Bagaimana kita memandang kerja ?

2012 Egosentrik

Pekerjaan kita adalah hidup kita. Selain waktu tidur, yang mengambil sepertiga waktu hidup, maka waktu kerja dapat mengambil lebih dari sepertiga waktu hidup kita. Kecenderungan (trend) para pekerja sekarang, khususnya para knowledge worker, menggunakan rata-rata 10 sampai 12 jam sehari, bahkan lebih jika waktu perjalanan ke tempat kerja masuk dalam hitungan. Ini artinya lebih dari setengah waktu hidup untuk bekerja. Bagaimana kita memandang pekerjaan karenanya menentukan bagaimana kita hidup. Kita akan mencoba melihat bagaimana umumnya orang memandang atau menilai kerja dan apa implikasinya dalam hidup.

Ada banyak variasi pandangan tentang kerja, namun untuk maksud keseluruhan dari rangkaian tulisan akan dikemukakan tiga yang utama:

1. Pandangan sekuler 2. Pandangan "gereja" 3. Pandangan "yang lebih seimbang"

Pandangan yang pertama tentang pekerjaan kita sebut saja sebagai pandangan sekuler. Pandangan sekuler dianggap mewakili pandangan umum dalam masyarakat.

Dalam pandangan masyarakat umum, khususnya para profesional, pekerjaan telah dianggap sebagai satu-satunya cara untuk mencapai kepuasan atau pemenuhan diri. Melalui pekerjaan kebutuhan materi, emosional dan intelektual dipenuhi. Tidak heran jika hal mencari pekerjaan menjadi pergumulan utama setelah menyelesaikan sekolah. Umumnya pencari kerja mencari pekerjaan yang dapat memberikan penghasilan sebesar-besarnya. Pekerjaan berpenghasilan besar ini memberikan rasa aman secara finansial sekaligus memberikan kebanggaan karena merupakan pengakuan terhadap kompetensinya. Situasi kerja yang kompetitif juga memberikan rangsangan untuk terus bertumbuh secara wawasan dan intelektual. Melalui pekerjaan orang merasa intelektualnya tidak hanya terpakai tapi juga diakui oleh komunitas berbasis pengetahuan.

Jargon sukses menjadi kata kunci kedua dalam pandangan ini. Ukuran sukses seseorang diukur melalui pencapaian materi dan pengakuan terhadap prestasi yang dicapai. Sukses adalah suatu pengakuan yang telah menjadi kebutuhan berikutnya setelah hal-hal mendasar seperti sandang, pangan dan papan terpenuhi. Sukes dalam hidup dicapai melalui sukses dalam pekerjaan karena itu harus dipertahankan dengan sekuat tenaga. Sebaliknya kegagalan dalam pekerjaan adalah kegagalan total dalam hidup karena itu harus diperjuangkan dengan sekuat tenaga walaupun harus menahan berbagai penderitaan, deraan dan kompetisi yang tidak tertahankan.

Tidak heran kalau pembicaraan tentang stress, kerusakan dalam rumah tangga, rusaknya hubungan dengan anak ataupun putusnya hubungan dengan rekan sejawat sampai pada permusuhan dengan kompetitor menjadi percakapan biasa di antara para pekerja. Semua itu dibicarakan sebagai harga yang harus dibayar oleh para profesional yang mencoba meraih sukses, meraih pekerjaan yang lebih baik, bergengsi atau berpenghasilan lebih tinggi. Yang lain melihatnya sebagai usaha untuk tetap bertahan dalam rimba kompetisi atau sekedar bisa tetap bertahan dalam pekerjaan. Sebuah perusahaan yang terkenal dan meng-global, tiap tahunnya memecat 10% karyawan terjeleknya dan meggantikannya dengan karyawan baru yang lebih segar dan lebih kompeten. Karir dalam pandangan masyarakat profesional telah menjadi berhala modern.

Pandangan yang kedua adalah pandangan "gereja" atau pandangan yang "kristiani" terhadap kerja.

Dalam pandangan ini pekerjaan penginjil dan pendeta adalah pekerjaan dan/atau panggilan yang lebih tinggi atau lebih mulia. Jenis pekerjaan seperti inilah yang seharusnya dijalani oleh orang-orang kristen yang sudah lahir baru. Jenis pekerjaan seperti yang diperintahkan oleh Alkitab, yang langsung jelas kaitannya dengan rencana Allah untuk dunia ini.

Akibat pandangan ini banyak profesional yang merasa bersalah karena terlalu sibuk bekerja dan tidak bisa ikut ambil bagian dalam pelayanan gereja. Sebagian lagi kemudian memutuskan untuk keluar dari pekerjaan "sekuler"nya untuk kemudian menjadi pelayan Tuhan full timer. Di kampus, mahasiswa-mahasiswa kristen memilih aktif dalam pelayanan di gereja atau badan-badan pelayanan dari pada menghabiskan waktu dalam kelompok-kelompok diskusi sekuler, senat mahasiswa, lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau organisasi politik. Mengapa pilihannya seperti itu? Sepakat atau tidak, disinyalir ada kaitannya dengan pandangan mahasiswa kristen tentang pekerjaan yang sekuler dan yang kristiani.

Implikasi lain dari pandangan ini adalah bahwa pekerjaan yang berlabel kristen lebih rohani dari pekerjaan yang tidak kristen. Sebagian dari para pekerja memilih untuk tetap di profesi "sekulernya" tetapi dengan tambahan label kristen. Mereka menjadi pengusaha kristen, menjadi dokter kristen di rumah sakit kristen atau pengacara kristen. Jangan kaget kalau suatu saat, mungkin malah sudah, kita akan melihat atau mendengar tentang fitness center kristen atau salon kristen.

Pandangan yang ketiga adalah pandangan "yang lebih seimbang" tentang pekerjaan. Pandangan ini mencoba memberi arti rohani dalam pekerjaan sekuler. Dalam pandangan ini pekerjaan adalah sarana untuk penginjilan atau sarana menyatakan iman.

Dalam pandangan ini, kita bukan lagi guru, pengusaha, dokter, insinyur atau pengacara, tetapi penginjil di bidang pendidikan, bisnis, kedokteran, teknik dan hukum. Hal ini seperti saudara-saudara kita dari luar negeri yang terpanggil menjadi penginjil. Masuk ke Indonesia dengan mencantumkan profesinya sebagai penginjil adalah mustahil. Karena itu mereka berusaha menguasai satu bidang profesional tertentu seperti guru, dokter, atau konsultan sebagai tiket masuk ke Indonesia. Pada intinya, yang menjadi fokus utama adalah penginjilan.

Jika kita melirik ke dalam Alkitab, kita bisa bercermin pada rasul Paulus yang memiliki keahlian membuat tenda dan membiayai perjalanan penginjilannya melalui profesi membuat tenda.

Manakah di antara tiga pandangan ini yang mewakili pandangan saudara? Mungkin tidak tiga-tiganya! Baik sekali, nantikan tulisan berikutnya.