"Edge Computing" Atasi Kelemahan "Cloud"‎

Ledakan data pada era Internet of Think (IoT) membuat cloud tidak mampu lagi mengatasi beban data center. Edge computing dapat mengatasi beban pusat data,  terutama menyangkut kecepatan, keamanan, kapasitas data, manajemen penyimpanan, dan jaringan.
Perubahan teknologi pusat data (data center) ternyata begitu cepat. Jika tiga tahun belakangan para pelaku TI percaya komputasi awan (cloud computing) bias mengatasi server konvensional untuk mendapatkan kecepatan, skalabilitas, dan juga efisiensi ternyata kini kondisinya telah berubah.
Cloud dinilai memiliki sejumlah kelemahan, diantaranya adalah soal tingginya latensi (latency) alias lambatnya komunikasi data melalui jaringan, keterbatasan bandwith, hingga regulasi pemerintah. 
Pada era Internet of Things (IoT) di mana lalu lintas data melonjak cloud kurang mampu mengatasi beban ini. Apalasi menurut Gartner, pada 2020, lebih dari 26 miliar perangkat akan saling terhubung lewat jaringan, termasuk wearable technology, peralatan elektronik di rumah, dan sejenisnya. Dengan ledakan konektivitas ini maka data center perlu berubah untuk masalah yang muncul.
Business Vice President Schneider Electric IT Indonesia, Malaysia, Brunei, Astri Darmawan menuturkan, IoT mendorong pertumbuhan lalu lintas digital setiap tahunnya. Lalu lintas IoT menimbulkan bagi data center, terutama di bidang infrastruktur, keamanan, kapasitas data, manajemen penyimpanan, server dan jaringan.
“IoT adalah suatu fenomena yang didorong oleh semakin banyaknya perangkat yang saling terhubung dan berkomunikasi satu sama lain.,” ujar dia pada Diskusi panel ‘Data Center: In the Cloud, At the Edge’ di Jakarta Rabu (5/5).
Tingginya lalu lintas data tidak lagi dapat diatasi dengan sistem cloud. Saat ini data center secara perlahan telah beralih menuju sistem komputasi terdesentralisasi dan  bersifat hibrida. Model desentralisasi yang biasa disebut dengan edge computing saat ini dianggap mampu mengatasi tantangan saat ini dan di masa depan.
Edge Computing mampu mendistribusikan beban data lebih dekat dengan perangkat. Cara ini  mengurangi lambatnya komunikasi data melalui jaringan hingga 10 kali dibandingkan dengan jaringan biasa. “Latensi cloud bisa mencapai 100ms. Kalau lewat edge computing, latensinya lebih rendah, hanya  10ms saja," ujar Enterprise Sales Director APC Schneider Electric Yana Haikal.
Director of  Business Data Center and Managed Services PT Sigma Cipta Caraka, Andreuw Th.A.F menilai, IoT telah merubah model bisnis, cara kerja, dan sumber daya yang dimiliki oleh  Telkomsigma. Agar lebih banyak organisasi mampu menikmati begitu banyak manfaat seperti yang telah dirasakan perlu adopsi edge computing.
“Perlu langkah-langkah aktif untuk mengedukasi pasar dalam mengadopsi teknologi terbaru. Tujuannya agar data mereka menjadi lebih terjamin dari sisi availability ataupun security,” ujar dia.
Bagi Andreuw, Lalu lintas IoT membuat pengelolaan dan pemeliharaan data center menjadi semakin kompleks. Dibutuhkan teknologi yang lebih maju untuk memastikan data center dapat memberikan return on investment (ROI) yang tinggi dengan pengoperasian yang fleksibel, saling terkoneksi, cerdas, dan terkontrol oleh data.
Solusi
Astrid mengungkapkan Schneider Electric, memiliki solusi manajemen data bernama EcoStruxure. Platform dapat mengakselerasi perubahan menjadi lebih terdistribusi, dengan menggunakan sumber daya data center tradisional, fasilitas berbasis cloud, provider collocation, situs industrial, edge data center, hingga ruangan server.
EcoStruxure tidak hanya menjadi solusi untuk memonitor dan mengelola data center dengan lebih baik, namun juga sebagai solusi yang mampu membuat sebuah ekosistem komputasi untuk mengantisipasi masalah sebelum terjadi kesalahan. 
Disaimping platform manajemen data, terdapat data center untuk mendukung edge computing. Umumnya data center ini hadir dalam tiga bentuk yaitu perangkat gateway atau embedded, Micro Data Center (Micro DC) yang terdiri dari 1 hingga 10 rak, serta regional data center.
Micro DC saat ini lebih dilirik oleh berbagai industri karena unggul pada kecepatan untuk siap beroperasi, mudah dikelola, aman, terstandar dan hemat biaya. Micor DC memiliki fitur pemrosesan dan penyimpanan yang berkapasitas signifikan serta cepat untuk dioperasikan di tengah berbagai kondisi lingkungan. 
“Terlebih lagi, untuk menyesuaikan dengan kebutuhan bisnis yang sangat dinamis dan demanding, Micro DC sangat cocok untuk beragam aplikasi yang membutuhkan latency rendah dan bandwidth tinggi,” kata Yana.  hay/E-6 
sumber: http://www.koran-jakarta.com/-edge-computing--atasi-kelemahan--cloud-%E2%80%8E/