Oleh: Restituta Ajeng Arjanti
Apa kelebihan OSS dibandingkan dengan proprietary software? “Kelebihannya pasti dari segi biaya,” dengan tegas Agustiny, Assistant Manager PPIC PT Nufarindo, perusahaan produsen obat dan suplemen kesehatan, menjawab pertanyaan itu.
Tuntutan perekonomian sekarang ini diakui Agustiny selalu mengarah pada kondisi low cost. Itulah yang menjadi alasan PT Nufarindo beralih menggunakan open source software (OSS). “Dengan OSS kami berharap bisa membantu meningkatkan nilai kompetitif perusahaan jadi lebih baik,” dia menambahkan.
Perusahaan yang bergerak dalam industri kesehatan ini didirikan di Semarang, Jawa Tengah, pada 30 April 1974 dengan nama PT Empeeco. Pada 24 Februari 1977, namanya diganti menjadi PT Nufarindo, singkatan dari PT Nusa Jaya Farma Indonesia. Agustiny menjelaskan, “Fokus bisnis kami adalah memproduksi obat-obatan dan makanan kesehatan atau food suplement.”
Ekonomis
Penggunaan OSS di Nufarindo dimulai sejak akhir tahun 2006. “Kami menggunakan OSS dimulai dengan penggunaan aplikasi Office,” kata Agustiny. Pada pertengahan 2007, perusahaan ini secara total bermigrasi menggunakan OSS, hingga ke sistem operasinya. Sekarang, perusahaan yang telah berdiri sejak tahun 1974 itu menggunakan sistem operasi Linux Mandriva. Sementara untuk aplikasi kantoran, mereka memilih menggunakan Open Office. “Semua divisi kami saat ini sudah menggunakan OSS. Kalaupun sampai ada hal yang tidak memungkinkan menggunakan OSS, kami membeli software yang legal.”
Sisi ekonomis menjadi alasan utama mengapa perusahaan kesehatan ini memutuskan untuk bermigrasi ke OSS. Diakui oleh Agustiny, saat ini perekonomian perusahaan menuntut minimalisasi biaya. OSS menjadi pilihan karena selain menawarkan pembiayaan yang lebih rendah, juga tidak kalah dengan proprietary software dalam hal kualitas. “Dengan biaya yang lebih rendah kami bisa mendapatkan manfaat yang sama dengan proprietary software,” tutur dia.
Optimis
Untuk bermigrasi dari sistem proprietary ke sistem open source, Nufarindo membutuhkan waktu sekitar lima bulan. Diakui Agustiny, kendala yang dihadapi saat itu cukup banyak. “Antara lain, user yang tidak familiar dengan program yang baru, proses edukasi yang memerlukan waktu cukup lama, dan minimnya programmer yang menguasai OSS,” papar dia. Selain itu, kurangnya dukungan beberapa hardware terhadap OSS memaksa mereka untuk melakukan penggantian hardware. “Ini otomatis memerlukan dana ekstra.” Meski begitu, perusahaan ini sadar bahwa setiap perubahan membutuhkan adaptasi dan edukasi.
Agustiny sendiri merasa optimis dengan perkembangan OSS di Indonesia. “Saya sangat optimis. Hanya saja perkembangkannya memerlukan waktu, dan akan sangat membantu jika dari pihak pemerintah mengeluarkan kebijakan penggunaan OSS,” katanya. Nufarindo, menurutnya, akan tetap menggunakan OSS dan tak menutup kemungkinan untuk menggunakan aplikasi open source yang lain. “Jika memang ada dan berguna bagi kami, pasti kami akan menggunakannya.”
Foto: blogs.zdnet.com |